setelah merbabu (tapi gak dihitung soale ra muncak), sumbing, lawu, 39 naik gunung lagi. Merapi! cuma 3 orang nih. cowok cowok. aziz, bagus, sama rangga. sama pakdhe budhe 38 juga tentunya

Nambahai keterangan nang gambar piye carane ? hey ajari bro !
oh iya, itu aziz, rangga, bagus
Jadi rencana perjalanan dimulai ketika Hanif, sang Kepala Departemen Kegunungan menawarkan pada 39 untuk mendaki gunung merapi. Aziz, seperti biasa dengan serta merta dan berbahagia menyatakan ikut serta dalam pendakian ini, lalu Rangga yang merupakan putra dari seorang pecinta alam pun juga turut menyatakan kesediannya. Lalu muncullah seorang anak, yang dengan suka rela dan seluruh kebodohannya menyatakan jkut serta pula dalam pendakian ini, siapa lagi anak itu kalo bukan Bagus.
Akhirnya hanya 3 orang dari golongan 39 yang menyatakan diri sanggup untuk ikut dalam pendakian ini. Dari 38 sendiri hadirlah para pendahulu yang perkasa, mereka adalah tentu saja sang Kepala Departemen Hiking, Hanif, lalu sang Peneliti dan Pembangunan yaitu Dendi, adapula sang iteng tinggi, Fakhri, dan Kepala Departemen Rock Climbing, Ridho.
Mereka adalah para lelaki dari 38, sedang para XX-ers dari 38 sendiri terdiri dari mbak Tiera, sang penghubung THA dengan berbagai macam mahluk yang menyebut diri mereka sendiri sebagai Homo Sapiens Sapiens, mahluk arogan nan sombong yang meletakkan nama spesies mereka 2 kali di belakang nama genus hanya untuk mempertegas diri mereka dengan kesombongan dan menunjukkan bahwa mereka memiliki akal diatas mahluk lain. Ada pula Mbak Pingky, sang pengendali, keperawatan dan pengaturan dari alat-alat dan berbagai barang milik THA.
Oke, nyocot ra penting. Dari sekolah jam sekian, lupa tepatnya, kami berangkat menggunakan motor menuju basecamp merapi di Selo, Boyolali,
Perjalanan ini cukup melelahkan, dengan jarak yang jauh, dan membawa barang berat di motor berupa carrier dan seorang manusia jok belakang bersama carriernya pula, membuat manuver-manuver yang dapat dilakukan motor menjadi kurang sempurna. Apalagi ketika masih di kota kami sempat diguyur hujan yang cukup deras, sehingga memaksa kami menggukana suatu penemuan dari abad ke 20 yang disebut dengan "Raincoat". Kami harus berterima kasih pada penemu raincoat ini, karena tanpa temuannya pasti kami sudah basah kuyup sebelum sampai basecamp.
Jalan menuju Selo sangat berbahaya mengingat jalan itu bukanlah sebuah jalan kampung yang mulus dan sepi, melainkan berupa jalan raya, serupa jalan Magelang yang sarat akan kendaraan besar dan mobil-mobil juga jalan di daerah lereng Merapi yang berkelak-kelok, dengan aspal rusak dan sedikit becek karena sehabis diguyur hujan.
Tetapi perjalanan itu, kami sempat beristirahat di beberapa tempat. Peristirahatan pertama kami berhenti di pom bensin untuk melakukan suplai bahan bakar, baik bahan bakar bagi motor ataupun bahan bakar bagi pengendara motor tersebut. Bagus tuku susu langsung diombe njuk entek.
Perisitrahatan kedua, kami berhenti dekat ketep pass. Disana kami membeli jagung bakar- mbak Pingky nibakke jagung, njuk diijoli sing dodol, untung apikan- Gek jagunge gawe sliliden, untuku ra nyaman nganti bali.
Oke setelah makan jagung, kami meneruskan perjalan menuju basecamp Merapi di Selo. Jalan menuju basecamp sangatlah menanjak, sehigga sempat membuat motor-motor kami menderung kesakitan dengan suara yang gak nahan aaaaaah !
Kami sempat terlalu atas dan malah sampai di New Selo, padahal base camp ada di bawah. Kami pun berbalik arah, dan saat berbalik arah si bagus sempet mau jatuh, karena keberatan beban, atau karena kelewat bodo ?
Akhirnya kami sampai di basecamp. dan berangkat malam harinya. Lupa jam berapa berangkatnya, pokoknya malam. Di jalan awal dekat basecamp, jalannya sangatlah menanjak dan menguras tenaga kami cukup banyak. DInginnya udara malam itu seketika berubah menjadi kegerahan tak terbayangkan.
Kami berjalan ke atas, kembali ke New Selo yang tadinya kami kira base camp, katanya di New Selo ini para pendiklat kami, THA 35 melakukan foto foto, cuma fyi ra sah gatekke yo ora popo.
Setelah melewati New Selo, kami berjalan menyusuri jalan setapak di tepi perkebunan warga. Perjalanan ini terasa sangat lama, karena jalannya yang tidak banyak berubah sepanjang perjalanan, atau jangan jangan itu hanya perasaanku saja ?!
Setelah melewati perkebunan warga, jalan berubah menjadi trek pendakian yang cukup menanjak. Banyak bebatuan dan pepohonan mulai merapat.
0 komentar:
Posting Komentar